Jumat, 27 April 2012


Masyarakat Dayak Kalimantan Barat, Khususnya Suku Dayak Iban dan Embaloh di Kabupaten kapuas Hulu, mempunyai kebiasaan menghias tubuhnya dengan tato. Tato mempunyai nilai religi, simbol status sosial, dan nilai seni:
1.      Nilai Religi antara lain sebagai suluh (Penerangan) dalam perjalanan seseorang menuju ke alam baka (Dunia arwah) dan sebagai pemberian kesaktian bagi dukun (Balian)
2.      Sebagai Pemberi kekuatan dan penangkal roh halus jahat
3.      Sebagai status sosial antara lain sebagai tanda bahwa seseorang telah berjasa terhadap orang lain, tanda seseorang memiliki keterampilan tertentu, dan tanda kekuasaan (seperti ketua adat atau kepala suku)
Motif tato mempunyai fungsi sebagai penghias tubuh agar si pemakai tato tampak lebih gagah atau cantik (Anggun), karena tradisi tato dianggap bernilai magis, maka pembuatan tato (menato) hanya boleh dilakukan oleh orang tertentu saja, pembutan tato hanya boleh dilakukan oleh orang yang dituakan yang menguasai makna dan motif tato, serta dianggap mempunyai kekuatan batin dan pengetahuan yang luas dalam pengalaman hidupnya


 Gambar. Monumen Makam Juang Mandor (Kristina Eti, Galuh, Samuel sejarahwan Kalbar, Loviana Heny, Evi grasela)

Makam juang Mandor terletak 88 kilometer dari kota Pontianak, atau 89 kilometer dari kota Ngabang dan dapat dicapai dengan kendaraan roda dua dan empat. Di lingkungan makam yang berada di 10 lokasi ini juga terdapat cagar alam. Makam juang Mandor merupakan akibat terjadinya peristiwa pembunuhan massal pada 28 Juni 1944 oleh penjajahan Jepang. Menurut catatan sejarah sebanyak 21.037 korban pembunuhan tersebut dimakamkan di 10 makam ini.
Makam juang Mandor merupakan benda cagar budaya yang terletak di Lokasi Dusun Mandor, Desa Mandor, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak dengan luas tanah 220.000 meter dan dengan luas bangunan 1000 meter dengan pengurus “Abdul Samad Achmad”.
Makam Juang Mandor merupakan monumen penting mengenai sejarah penjajah Jepang di Kalimantan Barat, makam ini menjadi bukti penting perjuangann rakyat Kalimantan Barat dalam melawan penjajahan Jepang, oleh itu kawasan makam ini mempunyai nilai Sejarah yang heroik bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Kalimantan Barat. Di lokasi makam telah di bangun pendopo untuk istirahat para pengunjung dan di ruang pendopo tersebut terdapat sekilas informasi mengenai Sejarah makam Juang Mandor. Selain itu, alam sekitar makam cukup indah di selingi hutan, kantong semar, bukit serta danau sehingga mendukung rekreasi maupun wisata sejarah. Sampai saat ini jumlah korban yang terkubur di makam juang mandor tersebut tidak diketahui secara pasti. Namun menurut catatatn sejarah sekitar 21.037 jiwa warga telah di bunuh. Duka cita kalbar yang terpatria di makam juang mandor ini sepi dari pemberitahuan sejarah nasional. Oleh karena itu pemerintah provinsi kalbar mengeluarkan perda no.5 tahun 2007 tentang peristiwa mandor sebagai Hari Berkabung Daerah (HBD) dan makam juang mandor sebagai monumen daerah provinsi kalbar. Perda no.5 ini diantaranya mengatur pengibaran bendera setengah tiang. Dinas-instansi terkait terutama sekola-sekolah dan rakyat keseluruhan untuk mengibarkan bendera pada setiap 28 Juni. Diharapkan dengan simbolissasi tersebut tertanam nilai-nilai perjuangan bagi warga kalbar untuk terus mengisi alam kemerdekaarn denga karya nyata. Mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera, mereka yang terkubur dengan jumlah 21.037 jiwa itu multi ras, multi etnis, multi agama. Mereka berjuang dmi kemerdekaan kejayaan bangsa.
SEJARAH KERAJAAN LANDAK

A.    CERITA RAKYAT LANDAK
a.      Pulang Palih dan Dara Hitam
Dara Hitam adalah seorang anak tunggal Patih Gumantar. Patih Gumantar adalah, orang yang berpengaruh di zamannya. Ia dianggap sebagai seorang raja kecil, yang hidup mewah dan jaya. Karena jayanya banyak kerajaan kecil yang merupakan tetangga dari kerajaan yang di perintah oleh Patih Gumantar ingin merebut kerajaannya. Zaman itu terjadi pada masa masih perang Kayau-Mengkayau. Kerajaan Miaju nekat untuk merebut kerajaan Patih Gumantar dengan mengerahkan kekuatannya yang lebih besar daripada kekuatan kerajaan patih Gumantar dan Kerajaan Miaju berhasil mengalahkan Kerajaan Patih Gumantar. Tengkorak Kepala Patih Gumantar telah terkayau, oleh Miaju dan di bawa ke kerajaannya. Tengkorak hasil kayauan adalah memiliki satu khasiat penting dalam hidup bertani dan lain-lain lagi bagi suku Dayak. Tengkorak itu harus disimpan dengan penjagaan yang ketat. Jika hilang maka hilanglah segala khasiat dan kemujuran seluruh sukunya. Tengkorak Patih Gumantar teleh disimpan dalam Tajo Tarus Raja Biayu, di jaga ketat jangan sampai hilang.
Dara Hitam tumbuh semakin besar dan dewasa dan telah menjadi “ Balian “, yang merupakan seorang dukun yang disenangi oleh rakyatnya. Ramuan kayu-kayuan dan akar-akar kayu hutanlah yang menjadi obatnya. Hingga saat ini campuran ramuannya masih berlaku untuk Suku Dayak sekampungnya.
Dara Hitam sering di undang oleh penduduk di kampungnya maupun dari daerah kampung lain yang menjadi tetangga kampungnya untuk berdukun. Ia di undang ke kampung tetangganya di dekat Sungai Tenganap, daerah Tembawang Selipat kampungnya. Perdukunan yang dilaksanakan oleh Dara Hitam sering kali berlangsung hingga berminggu-minggu, menurut adat.
Pada masa perdukunannya, selalu ia pergi turun mandi ke Sungai Tenganap yang mengalir melewati perumahan raja Pulang Palih. Pada saat Dara Hitam mandi, terlepaslah sehelai rambut panjang, panjang sekali ukurannya sehingga memenuhi sebuah bokor kuningan ringan hanyut. Benar-benar telah hanyut terbawa air melewati pengawal raja Pulang Palih yang sedang mandi juga. Mereka melihat isi dari bokor tersebut adalah rambut semuanya, sehingga mereka berusaha untuk menarik bokor tersebut karena penasaran. Kemudian seorang pengawal menarik rambut tersebut yang tidak ada titik ujungnya sehingga hal ini di kabarkan kepada raja Pulang Palih. Raja Pulang Palih menjadi keheranan dengan kejadian tersebut dan berniat ingin mencari pemilik dari rambut tersebut. Akhirnya raja berunding dengan pengawalnya, akhirnya mereka berkesimpulan bahwa, pemilik dari rambut tersebut berada di sepanjang hulu sungai tersebut. Kemudian berangkatlah raja dan juga para pengawalnya menuju hulu sungai yang akhkirnya mereka menemukan sebuah rumah yang rapi, tanda sedang berdukun menurut adat suku Dayak. Anak buah raja mencoba bertanya tentang ada penduduk dari desa tersebut yang memiliki rambut panjang seperti yang ditunjukannya kepada seorang anak yang sedang menimba air. Dan dari bertanya kepada anak tersebut, maka pengawal memperoleh informasi tentang pemilik dari rambut yang ditemukannya pada beberapa hari sebelumnya di hilir sungai tersebut. Anak yang meniba air di sungai tersebut mengatakan bahwa pemilik dari rambut tersebut sedang berdukun, dan kemudian informasi ini dimanfaatkan oleh Raja Pulang Palih. Beliau berpura-pura sakit dalam sampan. Dan beliau berdiam diri di dalam sampan, sedangkan pengawalnya pergi untuk menemui Dara Hitam dan meminta pertolongan darinya untuk menolong Pulang Palih yang sakit di dalam sampan. Karena sifat dari Dara Hitam yang penolong maka Dara Hitam bersedia untuk pergi ke sampan dimana Pulang Palih sedang sakit. Ia bergi dengan ramuannya, pada saat ia melangkahkan kakinya kesampan tersebut, pengawal Pulang Palih memutuskan tali sampan dan berkayuh sekuat tenaga. Sampan melaju dengan cepat, menyebabkan Dara Hitam menyerah kepada kemauan Raja Pulang Palih yang sebenarnya.
Dara Hitam telah masuk kedalam perangkap Raja Pulang Palih, Dara Hitam tidak dapat berbuat apa-apa, ia meninggalkan daerah Tembawang Selimpat tempat ia berasal, menuju daerah Tembawang Ambator. Raja Pulang Palih adalah berasal dari keturunan raja Banten. Akhirnya Dara Hitam dan Raja Pulang Palih tiba ke Pelabuhan Sungai Sepatah, daerah Tembawang Ambator Anggarat.
Dara Hitam di sambut meriah oleh seluruh isteri Raja Pulang Palih. Raja Pulang Palih mulai merayu Dara Hitam, segala mengenai latar belakang Dara Hitam di pertanyakannya dengan manis. Kemudian Raja Pulang Palih mengutarakan keinginannya, yaitu ingin menikahi Dara Hitam. Dengan perasaan yang halus dan tidak bermaksud untuk menolak Raja Pulang Palih secara kasar maka Dara Hitam meberikan tantangan yang harus dilaksanakan oleh Raja Pulang Palih, apabila ingin mempersunting dirinya yaitu dengan kata: “ Kalau kiranya raja sanggup mengembalikan tengkorak kepala bapak saya, bolehlah raja mengawini saya “. Hal ini dimaksudkan menolaknya secara halus, agar raja tidak bisa menikahinya dengan adanya tantangan tersebut karena Dara Hitam mencintai Riya Sinir.
Namun hal berbeda terjadi, Pulang Palih mengajak dan memaksa Dara Hitam untuk mau menikah dengannya. Paksaan yang sulit bagi Dara Hitam untuk menolak, karena keadaanya yang terpojok. Dara Hitam selalu mengajukan, sebagai bukti syahnya perkawinan, maka raja harus berhasil mengambil tengkorak ayahnya. Karena selalu dituntut oleh Dara Hitam, terpaksa raja berusaha, berikhtiar mendapatkannya. Raja mengumpulkan seluruh rakyatnya untuk meminta pendapat tentang hal ini. Mereka berunding dengan kesimpulan harus membuatkan satu jong yang dapat bermuatkan perlengkapan perang, hal ini karena mereka telah mengetahui bahwa kepala ini tentu disimpan dan di jaga ketat. Untuk mendapatkannya harus mengadakan perlawanan yang sengit. Raja memerintahkan untuk mencari kayu yang paling baik untuk jong, rakyat memilih kayu merbau. Kayu ini oleh orang di luar kerajaan ini kayu Melabo. Kemudian mereka pergi untuk mencari kayu tersebut dan menemukan daerah tepi sungai Sepatat yang memiliki jenis kayu tersebut.
Zaman batu masih menguasai mereka, segala alat terbuat dari batu. Mereka mengambil kampak batu, menuju pohon kayu merbau, dengan susah payah mereka berusaha menebangnya namun tidak berhasil. Pada saat itu cara menggunakan kampak tersebut masih sukar sekali, mereka mengikatkan kampak batu dengan tali rotan kesebelah kayu gagangnya. Kayu di tebang , hampir dari setengah kayu tersebut terpotong, kemudian hari menjelang malam sehingga menghalangi mereka untuk menyelesaikan pemotongan kayu tersebut, sehingga mereka pulang. Pada pagi harinya mereka datang untuk menyambung tugasnya memotong kayu yang belum terpotong semua pada hari sebelumnya. Namun mengherankan, kayu yang telah setengah terpotong pada hari sebelumnya tertaut kembali seperti sediakala.
Namun, mereka tidak berputus asa walaupun mereka telah merasa heran dengan kejadian itu. Kayu di tebang lagi, setelah sore hari ternyata kayu tertebang hanya setengah bagian seperti pada hari sebelumnya. Mereka meninggalkannya dan pulang. Keesokan harinya mereka kemabali dan melihat kayu dalam keadaan yang sama seperti hari sebelumnya saat mereka ingin menyelesaikan pemotongan kayu itu. Akhirnya mereka menjadi kecewa dan tidak melanjutkan pekerjaan tersebut. Sehingga keinginan dari raja untuk membuat jong harus dibatalkan dengan keadaan yang seperti itu sehingga raja mencari alternatef lain.
b.      Pulang Palih dan Riya Sinir
Yang dikecewakan dalam peristiwa ini adalah Pulang Palih dan Riya Sinir dalam permasalahan yang menyangkut keinginan dari Dara Hitam. Dalam kekecewaan ini Dara Hitam ikut campur menuangkan pendapatnya tentang bagaimana menebang kayu tersebut agar berhasil. Untuk menebang kayu tersebut. Raja menerima tawaran ini. Riya Sinir diundang, pesuruh raja telah mendatangi kampung halaman Riya Sinir, mengundangnya sopan. Kemudian karena Riya Sinir memiliki sifat yang penolong maka tanpa komentar ia berangkat menuju istana raja Pulang Palih. Ia menghadap raja, kemudian raja menawarkan untuk menebang kayu merbau untuk dijadikan jong kepada Riya Sinir. Riya Sinir mengatakan, “ saya akan coba, tetapi mungkin tidak bisa, sebab anak buah raja saja tidak bisa apalagi saya “. Setelah mengatakan hal tersebut Riya Sinir dianjurkan mencoba oleh raja, setelah mendengar perkataan raja maka ia pergi untuk melakukan permintaan tersebut. Hanya dengan dua kali ayunan kampak maka tumbanglah pohon merbau tersebut sehingga membuat rakyat dan raja menjadi terheran-heran. Setelah menebang pohon tersebut, Riya Sinir berpamitan pulang kepada raja dan raja memulai mengerjakan jong yang dilakukan oleh rakyatnya. Akhirnya jong tersebut selesai dan pada saat jong tersebut ingin diluncurkan ke air, jong tersebut tidak bergerak. Yang membuat raja memanggil kembali Riya Sinir karena keadaan itu. Maka datanglah kembali Riya Sinir untuk menolong raja, namun kali ini ada syarat yang mesti disiapkan oleh raja yaitu menyediakan tujuh orang perempuan yang sedang hamil tua untuk dijadikan bantalan jong. Pertama raja merasa aneh dan takut namun karena itu wajib maka raja bersedia menyediakan syarat yang diinginkan oleh Riya Sinir.
Namun Riya Sinir menambahkan syarat lagi kepada raja yaitu tujuh buah telur ayam yang pertama kali dari ayam yang baru bertelur, tiga gantang uang logam, campuran perak dan uang timah. Semuanya ini tidak boleh ditawar. Jika ditawar pasti rencana ini gagal seluruhnya. Sehingga raja berusaha untuk memenuhi syarat tersebut demi kesusesannya memenuhi syarat Dara Hitam, agar ia bisa menikahi Dara Hitam.
Syarat yang diminta telah disiapkan oleh raja dengan lengkap. Ketujuh perempuan mengandung rebah tidur terlentang berjejer di depan jong. Jong akan meluncur melalui ketujuh perut berisi tersebut. Maka meluncurlah jong tersebut dengan melesat cepat, namun ketujuh perempuan mengandung tidak mengalami apa-apa, namun merasa lebih sehat dari sebelumnya. Telur ayam, ketujuh terlur tersebut dieramkan dan semuanya menetas dan langsung berkokok.
Raja berjanji akan mengaruniakan sesuatu untuk Riya Sinir, apabila berhasil membawa Tengkorak Patih Gumantar. Dengan hati-hati pada malam setelah Riya Sinir berangkat mengambil mengambil tengkorak ayah Dara Hitam.
Riya Sinir sengaja menghambur-hamburkan uang yang dibawanya di tempat penduduk Miaju mengambil air. Ada uang yang sengaja di ikatkan  dan dilempar ke atas pohon beracun. Jongnya di jauhan hingga kehilir. Pada saat pagi tiba maka berkerumunlah penduduk Miaju mengetahui uang bertaburan dimana-mana. Sehingga dengan mudahnya bagi Riya Sinir untuk mengambil tengkorak Patih Gumantar di dalam Tajo Tarus. Sehingga Riya Sinir berhasil menjalankan tugasnya dan kembali ke istana raja Pulang Pali.
Persiapan raja, adalah mendandan semua istrinya yang berjumlah enam orang selain Dara Hitam, karena raja ingat akan janjinya kepada Riya Sinir. Sengaja raja menyembunyikan Riya Sinir di dapur dan ditutupi dengan arang, karena kejadian ini perempuan yang dicintai raja Pulang Palih maupun Riya Sinir bernama Dara Hitam.
Setibanya Riya Sinir di Istana maka ia menyerahkan tempayan yang berisi Tengkorak Patih Gumantar kepada raja. Riya Sinir menuntut janji dari raja sehingga Riya Sinir dengan sekerat sirih dengan mantranya berubah menjadi kunang-kunang, dan Riya Sinir berkata: “ Kepada siapa kunang-kunangku ini hinggap, ialah yang menjadi istriku.”
Akhirnya kunang-kunang tersebut menuju kedapur dimana Dara Hitam disembunyikan dan hinggap pada Dara Hitam.  Dari cerita ini maka yang berhak menjadi isteri Riya Sinir adalah Dara Hitam. Sementara Raja Pulang Palih sangat kecewa. Sehingga Raja berpesan: “ Riya Sinir, tak akan kutahankan pilihanmu, hanyalah saya mohon kiranya kandungan Dara Hitam, melahirkan seorang lelaki, ia adalah anakku. Namun, bila ia melahirkan seorang perempuan, biarlah ia menjadi anak Dara Hitam.” Hal ini dijawab dengan Riya Sinir “ Ya.” Kemudian Riya Sinir dan Dara Hitam pulang ke kampungnya.
c.       Kelahiran Anak Kembar
Beberapa bulan kemudian lahirlah anak kembar dari Dara Hitam. Keduanya anak laki-laki. Lahirnya kedua anak ini, terkenanglah Riya Sinir akan pesan sang raja. Karena kejujuran hatinya, ia mengirimkan berita mengundang raja datang. Berangkatlah raja dengan perasaan yang gembira bersama pengawal-pengawalnya. Sebelum raja tiba Riya Sinir telah memberikan nama masing-masing: “ Lutih “ untuk anak sulung dan “ Kari “ untuk anak kedua. Setibanya raja, iapun langsung member nama lagi sesuai idamannya. Yang sulung “ Dulkasim “ dan yang kedua diberi nama “ Dolkahar “.
Riya Sinir dan raja berunding untuk kedua anak ini. Bagi sang raja mau, keduanya untuk dia saja. Demi keadilan untuk Riya, kedua anak itu harus salah satu tinggal dengan Riya. Riya Sinir mengusulkan agar anak yang sulung yang menjadi anaknya. Tapi bagi raja memberikan satu cara menentukan. Kedua anak ini di bawa ke halaman yang terkena panas matahari, yang menangis pertama ialah anak pulang. Maka, dilaksanakanlah hal tersebut namun keduanya menangis sehingga keduanya menjadi anak raja. Nama kedua anak tersebut menjadi persoalan. Akhir dari perundingan raja Pulang Palih dengan Riya Sinir akhirnya menggabungkan kedua nama yang diberikan oleh mereka berdua. Yang tua namanya “ Lutih Dolkasim “  dan yang kedua “ Kari Dolkahar “ (Kari Abdul Kahar).
d.      Pembagian Daerah
Dua puluh lima tahun kemudian, kedua anak ini menjelang dewasa, inginlah mereka pembagian daerah. Maka rakyatnya membagi kedua daerah untuk masing-masing sebagai berikut: Lutih Dolkasim, diangkat menguasai daerah Daya yaitu daerah darat hulu sedangkan Kari Dolkahar, diangkat menguasai seluaruh daerah pantai laut.
Maka dengan demikian di buatlah perjanjian dan ditetapkan dengan adat, yang disaksikan rakyat sebagai saksinya. Sebuah batu untuk Lutih Dolkasim dan sebuah batu juga untuk Kari Dolkahar. Batu ini sebagai saksi seumur hidup rakyat suku ini. Manusia boleh berlalu/meninggal dunia, tetapi batu tetap setia pada tempatnya. Batu tanda perjanjian pembagian daerah, masih berada di tempatnya hingga saat ini. Batu tersebut telah dianggap keramat bagi masyarakat asli daerah tersebut. Sebuah batudi tanam di darat, dan sebuah batu telah dibuang ke air sungai, di tapal batas daerah.
Upacara adat meneguhkan perjanjian ini, yang dihadiri oleh seluruh rakyat daerah tersebut. Di dalamnya tercantum sumpah seumur hidup, tidak boleh dirubah. Bunyinya sebagai berikut:
1)      Hidup harus tolong-menolong.
2)      Harus hidup mempertahankan keamanan rakyat dan desa.
3)      Tidak boleh hidup tipu-menipu.
4)      Harus jujur dan adil.
5)      Harus hidup setali sedarah.
Selesai mereka mengucapkan sumpah, batu saksi dari Lutih Dolkasim ditanam di hadapan rakyat di depan halaman rumah panjang di kampung Jering. Kemudian mereka menaiki sampan, mencari tempat batas daerah. Satu buah batu di bawa oleh Kari Dolkahar, untuk dijatuhkan ke dasar sungai. Untuk saksi keduanya membawa dua orang saksi yang bernama Rantos dan Rangga. Beberapa kali mereka gagal menjatuhkan batu yang dibawanya ke sungai karena nama-nama sungai yang mereka ketahui dan datangi memiliki pengertian yang kurang baik dan ada sikap saling curiga antara kedua saudara ini. Sungai-sungai tersebut adalah :
1)            Sungai Lubuk Belambang, timbul kecurigaan dari Lutih Dolkasim: “ Kalau-kalau nanti Daya Laut ngambang. (akan hidup saling curiga antara keduanya).
2)            Sungai Kodak. Tanggapan mereka “ Nanti akan timbul ancam-mengancam diantara kedua suku ini.”
3)            Sungai Lubuk Sengaras. Tanggapan mereka “ Takut kalau-kalau kedua suku ini akan saling keras kepala. “
4)            Sungai Lubuk Melano. “ Curiga, kalau-kalu nanti kedua suku ini akan Belato-Pangil-memanggil dan kacau. “
5)            Sungai Lubuk Suwal. “ Takut kalau nantinya kedua keturunan ini akan berjual beli dan terjadi tipu-menipu diantara mereka.”
6)            Sungai Lubuk Riam Pauh. “ Nanti kedua keturunan ini hidup berjauh-jauhan.”
7)            Sungai Lubuk Penolos. “ Di takutkan kalau kedua keturunan ini akan hidup saling menghina.”
8)            Sungai Lubuk Sepat. Disinilah akhirnya mereka melakukan ritual perjanjian diantara mereka dengan menjatuhkan batu ke dasar sungai oleh Kari Dolkahar. Saksi mereka adalah Rotos dan Rangga. Sepat sendiri menurut arti masyarakat sekitar adalah sipat yang artinya ini sangat baik untuk tempat berpisah. Dan dimulailah upacara sumpah diantara mereka dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Sumpah yang diucapkan oleh keduanya adalah sumpah yang benar-benar jujur dari keduanya yang dilakukan di kampung Jering, dengan bunyi: “ Daya salah Daya mati, Laut salah Daya mati. “ sehingga menimbulkan protes dari Lutih Dolkasim dan kedua saksi kepada Kari Dolkahar, yang meminta agar Kari Dolkahar mengulang kembali sumpahnya, namun karena batu tersebut sudah terlanjut dijatuhkan ke dasar sungai yang dalam sulit untuk mengambilnya sehingga untuk mengulangi kata-kata Kari Dolkahar yang salah dan tidak jujur untuk jujur sulit dilaksanakan.
Lutih Dolkasim sekembalinya ke kampung halamannya, ia diangkat memangku jabatan sebagai Kepala rakyatnya, dengan gelar Patih Permula. Pemerintahannya sangat teratur dan dibantu oleh saudara-saudaranya Riya Sinir dan disebut Kerajaan di Darat. Dalam usaha/pemerintahan selalau Demokrasi dan dikerjakan secara gotong-royong.










B.    BERDIRINYA KERAJAAN LANDAK
Kerajaan landak pertama kali diperintah oleh seorang raja yang bernama Raden Ismahayana dengan gelar Raja Dipati Karang Tanjung Tua (1472 – 1542). Setelah beliau menganut agama Islam terlenalah ia dengan gelar Abdulkahar. Beliau adalah anak dari Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat Ratu Angkawijaya Brawijaya VII yang terkenal dengan nama Pulang Pali VII.
Kerajaan ini mulanya sewaktu dalam pemerintahan Pulang Palih VII berkedudukan di Ningrat Batur di sungai Terap (sungai Mandor). Sekarang oleh Dayak Kendayan menyebutnya Ambawang Bator. (Ambawang artinya peninggalan). Oleh puteranya, Raden Abdulkahar memindahkan pemerintahannya dari Ningrat Batur ke munggu terletak di persimpangan sungai Landak dan sungai Menyuke. (Karena kerajaan ini terletak di tepi sungai Landak maka dinamailah Kerajaan Landak).
Dalam Pemerintahan Anam Jaya Kesuma (1600) adiknya puteri Mas Jaintan dikawinkan dengan Sultan Muhammad Syafeuiuddin, raja Tanjungpura-Matan. Pada masa inilah ke dua kerajaan ini mencapai masa gemilang. Kerajaan Landak di kenal dengan Intan Kobinya.
a.      Intan Kobi
Menurut Historisnya kerajaan tertua di Kalimantan Barat adalah Tanjungpura-Matan, Mempawah, Sambas, Landak dan sebagainya. Yang terakhir berdiri adalah Kesultanan Pontianak. Kebanyakan kerajaan-kerajaan di Kalimantan Barat kecuali Kesultanan Pontianak, telah ada hubungannya dengan kerajaan Majapahit. Bahkan menjalin kekeluargaan sekaligus.
Riwayat Intan Kobi merupakan cukilan historis Kalimantan barat yang ada hubungannya antara Kerajaan Landak, Tanjungpura, Sambas, Mataram dan Banten. Kemudian juga berhubungan dengan penguasa-penguasa Kolonial.  Setelah raja Muhammad Syafeiuddin meninggal yang merupakan raja Matan. Maka kedudukannya digantikan oleh Ratu Mas Jaintan, Istreri dari raja yang berasal dari Kerajaan Landak. Hal ini terjadi karena putera mahkota masih kecil, sehingga dengan naik tahtanya ratu Mas Jaintan bergelar Ratu Sukadana. Pemerintahan tahun 1600, lebih merupakan bertambah eratnya hubungan kekeluargaan Kerajaan Matan dengan Kerajaan Landak. Kedua  kerajaan ini mengalai kemajuan yang pesat, karena terjadinya perdagangan antara pedagang-pedagang local dengan pedagang-pedagang yang datang dari luar kerajaan ini. Intan Kobi adalah hasil bumi Kerajaan Landak yang menarik perhatian pedagang-pedagang dari luar. Kabar tentang Intan Kobi sampai ke luar negeri.
VOC pertama kali mendatangi kerajaan Tanjungpura pada tahun 1604. Maksud kedatangannya tidak lain hanya untuk melihat dan jika di ijinkan ingin membeli intan kobi. Inggris juga datang dan meminta ijin mendirikan kantor dagangnya di Matan. Tahun 1622, pada masa masih pemerintahan Ratu Sukadana. Sultan Agung dari Kerajaan Mataram memerintahkan Bupati Kendal Baureksa untuk menyerang kerajaan Tanjungpura untuk merebut Intan Kobi di Sukadana, Baureksa gagal pada serangan pertama namun pada serangan keduanya berhasil menawan Ratu Sukadana (1625). Kemudian Ratu Sukadana diasingkan ke Jawa, hal ini di sebut “ Pinggit “. Dan wafat disana, setelah wafat jenazah Ratu Sukadana di bawa kembali ke Sukadana, namun nama Intan Kobi telah berubah menjadi Intan Danau Raja.
Pada masa pemerintahan Sultan Zainuddin (1700) terjadi perselisihan antara Kerajaan Matan dengan Kerajaan Landak tentang masalah Kepemilikian intan kobi. Landak menuntut agar intan kobinya dikembalikan karena memang milik pusakanya. Sukadana berkeras karena intan kobi telah lama di tangan mereka maka menjadi milik mereka. Akhirnya perang saudara terjadi, perang pertama di menangkan oleh kerajaan Tanjungpura, sebab mereka di bantu oleh Inggris.
Raja Landak, Pangeran Anom Jaya Kesuma Bersama Ratu, Nyai Mas Nawi bergelar ratu Bangkok, di Tawan oleh kerajaan Matan. Kemudian kerajaan Landak meminta bantuan kepada Kerajaan Banten untuk menyerang Kerajaan Tanjungpura, maka Banten bersedia membantu. Pada saat itu juga Belanda yang sudah eksis di Banten ingin menghancurkan kedudukan Inggris di Sukadana, sehingga terjadi koalisi diantaranya walaupun Belanda secara tidak langsung membantu namun hanya secara kebetulan satu misi. Dari perang antara Landak yang dibantu Banten dan Belanda berhasil mengalahkan Kerajaan Tanjungpura dan Inggris di Sukadana. Sehingga Raja Tanjungpura mengungsi ke Kota Waringin, Kalimantan Tengah.
Karena adanya ikatan kekekuargaan maka diadakanlah perjanjian antara kerajaan Matan dengan Kerajaan Landak dibuktikan dengan dua buah meriam tanda penyerahan Kerajaan Tanjungpura kepada Kerajaan Landak, dan kemudian Meriam ini di bawa ke Kerajaan Landak bersama dengan raja Landak yang ditawan pada pertama kali Perang antara kerajaan Landak dengan Kerajaan Tanjupura.
Meriam tanda damai perang antara Kerajaan Tanjungpura dengan Matan, memiliki dua macam bentuknya yaitu Sebuah berganggang, dinamai meriam lelaki di panggil Kiyai Sumi dan sebuah lagi dianggap perempuan dan di beri nama Ratu Desturi. Keduanya sangat keramat hingga saat ini.
Dalam perkawinan Adipati Nata Kesuma dengan puteri Mas Adi melahirkan seorang putera yang bernama Raden Demang, kemudian bergelar Dipa Negara. Dipa Negara kawin dengan Raden Ratna Dewi Puteri dari Sultan Muhammad Syafeiuddin I. Keduanya melahirkan seorang puteri yang bernama Utin Kumala bergelar Ratu Agung yang kawin dengan raja Sambas, Sultan Akamuddin. Beliau terkenal dengan gelar Marhum Adil.
Perang Saudara yang terjadi antara Kerajaan Tanjungpura dengan Kerajaan Landak menjadi perang intervensi, karena perang ini, Imprealisme Belanda menggunakan kesempatan. Kerajaan Banten menghancurkan Kerajaan Sukadana, sekalipun berusaha mematahkan saingannya E.I.C sementara berhasil oleh Belanda namun hanya sementara karena selanjutnya Sukadana bangkit kembali.
Pada abad ke-XIX, raja-raja Landak merasa dirugikan oleh Imprealisme Belanda. Kemudian raja-raja Landak memimpin raknyatnya mengadakan pemberontakan terhadap Imprealisme Belanda. Terkenal dengan pemberontakan Ratu Adi pada tahun 1831 dan Gusti Kandut pada tahun 1890. Kedua pemberontakan ini berhasil di patahkan. Sembilan tahun kemudian 1899 di bawah pimpinan Gusti Abdurrani di bantu Panglima Daud, Panglima Anggu I dan Ja’Bujang mengadakan pemberontakan terhadap Belanda.
Pemberontakan ini tidak berhasil, namun usaha-usaha untuk melawan belanda tidak kunjung henti hingga pada waktu kebangkitan Gerakan Nasional dan juga pada waktu Perang Kemerdekaan 17 Agustus 1945.


C. PENINGGALAN KERAJAAN LANDAK
Peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Landak yang ada sampai saat ini adalah sebagai berikut :
1.      Bangunan keraton, yang terbagi menjadi tiga bagian bangunan yaitu bangunan Istana sebagai tempat tinggal Raja, bangunan tempat tinggal permaisuri yang terletak disayap sebelah kanan komplek keraton, dan bangunan tempat tinggal keluarga raja yang terletak disebelah belakang bangunan istana. Keraton ini didirikan pada masa pemerintahan Pangeran Sanca Nata Kusuma (Muda) pada permulaan abad ke-18.
2.      Bangunan tempat tinggal pengawal kerajaan yang terletak disayap sebelah kiri komplek keraton.
3.      Masjid Jami Keraton Landak yang terletak disamping komplek Keraton Landak. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Gusti Abdul Azis yang terletak di tepi sungai Landak. Tapi saat ini Keraton berubah bentuknya setelah dipugar dan tidak termasuk lagi cagar budaya karena berubah unsur bangunan dan materialnya dari semula.
4.      Komplek makam Raja Landak dan makam Raja di Mungguk, bangunan rumah Tua bekas tempat tinggal para pengawal kerajaan Landak yang terletak disekitar komplek Keraton Kerajaan Landak.
5.      Empat buah meriam yang terletak didepan bangunan Keraton.
6.      Tiang Bendera dihalaman Keraton
7.      Empat buah lampu gantung masing-masing terletak diteras, ruang tamu, dan ruang tengah banunan Keraton.
8.      Alat musik gong
9.      Alat permainan tradisional conggak
10.  Peralatan untuk upacara perkawinan keturunan Raja Landak
11.  Payung kebesaran Kerajaan Landak
12.  Peralatan makan berupa garpu dan sendok
13.  Induk lontar kerajaan Landak berisi silsillah Raja-raja Landak

SEJARAWAN KALBAR

INI ADALAH BLOG BAGI ORANG2 YANG MASIH PEDULI TERHADAP SEJARAH KALIMANTAN BARAT....